Bahas Tuntas DTU Perbendaharaan Angkatan I Tahun Anggaran 2019

Judulnya udah kayak buku siap UN ya? wkwkwk



 .
 .
 .
Assalamualaikum! Lama saya tidak menulis dan kini saya kembali untuk berbagi kisah yang akan selalu dikenang dalam ingatan. Yak langsung saja.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sebelumnya saya ingatkan. Post kali ini mengandung unsur spoiler mengenai DTU. Untuk kalian yang lebih suka surprise saya sarankan tidak usah baca post ini. Untuk yang suka kepo bolehlah membaca post ini sampai tuntas karena Insya Allah saya akan jabarkan bagaimana rangkaian kegiatan DTU yang saya alami. Oke, bismillahirrahmanirrahim..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tanggal 31 Maret -- 12 April menjadi hari-hari yang tidak akan pernah saya lupakan sepanjang hidup saya nantinya. Karena banyak kisah dan pengalaman yang saya dapatkan dari sana. Ada apa memangnya? Seseorang berkata, "berlian baru akan berharga jika ditempa dan diasah, bila hal tersebut tidak dilakukan, maka akan menjadi batu biasa yang tidak ada harganya". Saya generasi berlian, dan selama 12  hari itulah proses pengasahan para calon berlian dilakukan. Proses itu bernama Diklat Teknis Umum Perbendaharaan atau lebih dikenal dengan DTU Perben. Tujuan dari dilakukannya pelatihan ini adalah untuk menyiapkan fisik dan mental para pegawai perben sebelum ditempatkan di unit kerja nantinya. DTU Perben diadakan di Buperta yang berlokasi di Cibubur. Hari Minggu tanggal 31 Maret 2019 saya dan beberapa kawan OJT memutuskan untuk menuju lokasi naik grab car. Sebenarnya angkatan sudah menyediakan persewaan bis. Namun karena faktor biaya dan jarak yang lebih minim bila naik grabcar, kami memutuskan untuk tidak ikut rombongan angkatan.

Sebelum berangkat, tentu saya sudah menyiapkan barang-barang yang ditentukan, antara lain :
1. Celana training 3;
2. Baju lengan panjang 3;
3. Sepatu olah raga 2;
4. Perlengkapan ibadah;
5. Perlengkapan mandi;
6. Sandal;
7. Obat pribadi;
8. Senter;
9. Botol air minum;
10. Kerudung (usahakan hitam) bagi yang berhijab 2 (jumlah menyesuaikan).

Semua sudah saya packing dalam travel bag berukuran kecil dan 1 goodie bag kementerian keuangan. Cukuplah untuk kebutuhan saya selama 12 hari di Cibubur. Sebelum berangkat saya sudah mengecek dan yakin sudah lengkap semuanya. Jam 7 saya dan rombongan grabcar berangkat. Ternyata jarak dari Otista ke Buperta tidak jauh. Setengah 8 kami sudah tiba di lokasi. Hal pertama yang kami lihat adalah lapangan hijau luas yang nantinya akan menjadi saksi bisu  ̶p̶e̶n̶y̶i̶k̶s̶a̶a̶n̶ pelatihan kami. Ada pendopo, rumah hijau sekretariat, dan tenda besar tempat kami tidur nantinya.

Sembari menunggu rombongan bis angkatan datang, saya coba saling cek barang bawaan dengan teman-teman dari kelompok lain. Sebagus apapun persiapan jika takdir berkata lain mau apa lagi. Sandal saya ketinggalan! Padahal itu ada di daftar barang bawaan yang harus dibawa. Panik? tentu sempat panik. Namun Alhamdulillah, karena berlokasi di bumi perkemahan, banyak pedagang yang menjual sandal jepit untuk kebutuhan para campers yang lain. Jam setengah 9, rombongan bis angkatan datang. Kami semua diarahkan menuju pendopo di depan lapangan untuk berkumpul dengan kelas yang sudah dibagi sebelumnya. Saya masuk di kelas A. Ada 31 orang, rata-rata saya sudah kenal karena sekelas juga saat DTSD. Hal yang dilakukan selanjutnya adalah tes kesehatan untuk memastikan apakah fisik kita mampu mengikuti pelatihan DTU. Walaupun surat keterangan dokter menyatakan kita sehat sebelum berangkat, kalau dokter yang ada di Buperta menyatakan fisik kami tidak siap. Ya kita harus kembali dan menyehatkan diri sendiri terkebih dahulu. Saya sendiri Alhamdulillah dinyatakan siap mengikuti pelatihan. Banyak teman saya yang gugur dalam pengecekan ini, rata-rata karena sebelumnya mereka sakit tifus di beberapa hari sebelum DTU. Saran saya, jaga selalu kesehatan jauh-jauh hari sebelum DTU, dan jangan gugup saat pengecekan tekanan darah. Karena denyut jantung juga berpengaruh. Intinya selow bae..

Berfoto sebelum belang menyerang

Setelah pengecekan selesai, kemi dikumpulkan di pendopo untuk menyiapkan upacara pembukaan esok hari. Semua petugas mulai dari komandan upacara, perwira, komandan kompi, dan petugas dipilih dan dilatih langsung oleh pelatih. Oh iya, di DTU kami ditempa dan dibina oleh pelatih dari Komandan Pasukan Khusus (KOPASSUS). Kami diwajibkan memanggil mereka dengan sapaan "Pelatih" bukan "Pak". Kami sendiri disebut "Siswa/Siswi". Ada juga "Penyelenggara" yang merupaka panitia dari DTU yang selalu siap sedia di ruang sekre. Jadi struktur organisasi selama pelatihan kami adalah Penyelenggara>Pelatih>Senat>Ketua kelas>Siswa.

Hari itu, kami memulai hari tanpa HP. Barang seperti HP, dompet, charger, kunci kos, dijadikan satu di plastik, diberi nama, lalu dimasukkan ke dalam container sesuai kelas masing-masing. Tidak usah curi-curi kesempatan menyelundupkan HP untuk dibawa ke tenda. Karena bisa berakibat fatal jika ketahuan oleh pelatih.

Hari pra-DTU dimulai, sesaat setelah semua barang dimasukkan ke container, para pelatih muncul. Kami langsung diarahkan meuju lapangan untuk geladi kotor upacara pembukaan besok. Hujan rintik-rintik turun di sore itu, tapi kami masih selow. Mungkin yang tegang adalah yang menjadi perangkat upacara. Karena mereka memang harus benar-benar siap besok. Yang menarik disini adalah komandan upacara kami seorang perempuan. Keren sekali. 

Lokasi penyiksaan utama, hehehe

Jam 3 kami disuruh duduk di lapangan yang agak becek untuk makan snack sore. Tentu saja kami melakukan makan cepat, makan dengan waktu tertentu. Untungnya saya sudah pernah capbul. Jadi tidak terlalu kaget. Makan cepat pertama saya jalani dengan mudah. Setelahnya kami melaksanakan sholat ashar di pendopo. Lalu melanjutkan kembali kegiatan geladi. Sebelum sholat maghrib, kami diberi waktu untuk bersih diri dan berganti celana training dan baju lengan panjang. Lalu kami makan malam dan diberi pengarahan mengenai DTU sambil dibagikan seragam DTU, pelengkapan mandi, ATK, dan botol minum yang ternyata sudah disiapkan oleh penyelenggara (Terima Kasih Penyelenggara). Sekitar jam 9 kami diizinkan istirahat di tenda. Tenda kami cukup besar, memuat hingga sekitar 18 orang. Didalamnya ada velbed (tempat tidur) dan pipa panjang sebagai jemuran dalam tenda. Saya tidur dan  berdoa semoga hari esok dapat berjalan lancar.
Barak/Tenda Siswi
.
.
.
.
.
.
.

-------------Hari Pertama dimulai...
Kami bangun jam 5 pagi, masih sempat melakukan bersih diri sebelum sholat subuh. Setelahnya kami diberi waktu untuk berganti training yang sudah dibagikan. Lalu melakukan gladi bersih di lapangan. Yang kami lakukan selama gladi adalah berbaris, latihan lari, jongkok, minum, sambat. Saya ingatkan, sambat menjadi hal yang lumrah selama disini, wkwwk. Upacara pembukaan berlangsung, belum apa-apa, sudah ada siswa yang tumbang, maklum kami lama tidak mengikuti upacara di lapangan. Upacara berjalan lancar. Kami dibubarkan dan diperintahkan berganti pakaian olahraga non seragam. Setelah itu..penyiksaan dimulai..Jengjeng.
 .
.
..
.
Minggar/Minggu Penyegaran
3 Hari pertama di DTU disebut Minggar, saya sendiri heran kenapa dinamakan minggu penyegaran karena jelas-jelas kami dibuat kelelahan. Setelah dikumpulkan kembali di lapangan yang notabene tempat penyiksaan pertama, kami makan pagi dengan waktu yang sudah tentu ditentukan. Saya bisa habis. Namun tak sampai disitu, air minum dalam tumblr pun harus dihabiskan. Modar saya. Entah apa pikiran saya waktu itu, saya memaksakan diri untuk menghabiskan air dalam tumblr sampai perut saya terasa penuh. Berdiri saja sampai membungkuk. Alhasil ketika disuruh berbaris, saya muntah dong, wkwk. Tapi jadi pengalaman yang konyol. 
Saya langsung memisahkan diri dari barisan dan langsung muntah yang isinya murni benar-benar air putih. Saya ketahuan oleh Pelatih dan terjadilah adu mulut antara saya dan Pelatih.

Saya : Hoekkkk
Pelatih : Hei siswa! Kenapa kamu?!
Saya : Siap saya tidak apa-apa pelatih!
Pelatih : Itu kamu muntah
Saya : Siap saya tidak..Hoekkk (belum selesai bicara saya sudah muntah lagi)
Pelatih : Hei yang benar kamu siswa!
Saya langsung kabur sambil berusaha tersenyum karena malas adu mulut cuma gara-gara muntah air putih.

Setelah kembali ke barisan, kami dipisah menjadi kelompok siswa dan siswi. Tak lama setelah itu kami disuruh tiarap. Saya postitif saja pasti kami disuruh push up atau sit up. Sayangnya saya salah. Kami disuruh guling! Iya berguling. Rasanya badan seperti bergerak sendiri karena ikut terdorong oleh teman yang di belakang, mau berhenti susah sekali. Sekalinya berhenti, bumi terasa gonjang-ganjing gila-gilaan. Sempat saya dengar suara-suara Hoek bersautan dimana-mana. Saya sendiri sempat merasakan berguling diatas hasil Hoek orang lain. Rasanya? Jangan ditanya. Mau jijik? Silakan. Tapi mau bagaimana lagi. Belum selesai kami berguling sudah dikomando untuk merayap. Semua hal itu kami lakukan. 
Oh iya, ada beberapa  barisan dalam DTU. Ada barisan reguler berisi siswa yang dianggap sehat dan siap ikut DTU dan siap menerima segala jenis  ̶p̶e̶n̶y̶i̶k̶s̶a̶a̶n̶ pelatihan dari pelatih. Ada barisan "pikun/pita kuning" yang sudah diberi tanda berupa pita kuning di lengan berupa siswa yang dinyatakan siap DTU tapi memiliki keterbatasan fisik seperti vertigo, hepatitis, dll. Ada juga "pita merah" yang baru bergabung di hari ke-2 minggar. Mereka adalah siswa yang sempat tereliminasi namun bisa kembali ikut DTU. Hal yang membedakan dari ketiga barisan ini adalah intensitas pelatihannya. Contoh, bila kelompok reguler push up 10 kali, pita kuning cukup 5 kali, dan pita merah cukup 3 kali. Hal itu wajar karena barisan reguler dianggap memiliki ketahanan fisik yang lebih kuat daripada yang berpita. Kalau kata pelatih " Tidak usah iri, tidak usah nyakit! Yang sakit saja pingin sehat seperti kalian!" (Apa benar begitu, hmm entahlah hanya mereka yang berpita yang tahu)

Setelah guling , merayap, dan lari. Satu persatu siswa tumbang, ada yang digiring ke pendopo untuk mendapatkan pertolongan pertama, ada juga yang melakukan ritual sembah pohon untuk memuaskan keinginan Hoek nya. Golongan yang terlihat baik-baik saja (tidak pingsan/sembah pohon) dikumpulkan ke jalan aspal untuk persiapan long march/jalan kaki jarak jauh. Kami dikomando berbaris dua-dua. Selama perjalanan, mulut kami tidak boleh diam, kami diharuskan bernyanyi lagu-lagu perjuangan seperti Halo-Halo Bandung, Maju Tak Gentar, dsb, kami juga diharuskan bersembunyi apabila mendengar tiupan peluit satu kali, kumpul lagi saat ditiup dua kali, dan berjalan kembali saat ditiup tiga kali. Kami terus berjalan sampai kaki mulai terasa pegal. Kami belum curiga ada apa-apa sampai, kami digiring masuk ke sebuah lokasi  penyikasaan kedua bernama gorong-gorong. Iya. Got besar, peceren, bau t*i. Mengingatnya saja membuat saya merinding. Kami disuruh masuk satu persatu kedalamnya. Dan kami harus basah semua kecuali kepala. Bisa bayangkan baunya? Busuk sekali. Airnya hitam, kami harus jalan jongkok saat masuk di dalamnya. Mau sembah pohon pun tidak bisa karena kami sibuk menahan bau yang ada. Saat keluar dari gorong-gorong kami basah, berbau busuk, di sepatu kami banyak tanah hitam dan kerikil-kerikil tajam. Cuci tangan dengan air di botol yang kami bawa? Big No! Bisa-bisa guling nantinya. Oh iya, selama kegiatan, botol minum/tumblr dan topi adalah atribut wajib yang harus selalu ikut kemanapun siswa pergi selama pelatihan. 

Setelah keluar dari lokasi penyiksaan kedua, kami  melanjutkan long march lagi. Bedanya kali ini kami menahan nafas. Tidak tahan dengan bau sendiri..
Ternyata kami digiring ke lokasi pembersihan yaitu danau Cibubur. Kami masuk satu persatu. Saya lihat sendiri. Air yang tadinya bisa dibilang cukup bersih berubah kecoklatan ketika kami para siswa bau busuk masuk ke dalamnya. Saya sendiri sudah berusaha memebersihkan pakaian yang saya pakai. Namun apa daya, bau gorong-gorong lebih kuat dari yang saya duga. Yang membuat saya bersedih adalah..Kami tidak boleh mandi/berganti pakaian selama minggar. Saya jijik dengan diri saya sendiri :(  Jadi untuk sholat, ya kami tunaikan dengan keadaan seperti itu.Untuk perempuan yang berhalangan diperbolehkan mengganti 'bantal' yang diminta dari sekre karena kami tidak boleh masuk ke tenda selama minggar.

Saat minggar, kami digembleng dengan kegiatan fisik habis-habisan dari pagi sampai malam.Sampai jam setengah sepuluh malam pelatihan kami berlanjut. Setelah dibubarkan saya kira saya bisa tidur di lapangan. Tapi saya keliru..kami dikumpulkan lagi di jalan aspal untuk melakukan long march malam. Kami diarahkan menuju lapangan lain yang ternyata bersebelahan dengan lapangan utama! Tapi kami diharuskan jalan memutar sehingga perjalanan menjadi lebih jauh. Di long march ini kami tidak diperbolehkan ada suara. Kami seakan-akan jadi siswa yang sedang menyamar menjadi t*i berjalan. Karena kami bergerak dalam sunyi dan bau.

Setelah lama berjalan, kami sampai  di lapangan tujuan. Kami disuruh berpasangan dua-dua untuk tidur saling memunggungi, sebelumnya kami diberikan snack malam berupa rebusan ubi dan kacang-kacangan. Kami diberi waktu untuk istirahat. Tapi tidak semudah itu. Kami diharuskan saling jaga bergantian selama 15 menit untuk memastikan tidak ada apa-apa. Tepat tengah malam, saya terbangun karena ingin buang air kecil. Saya membangunkan teman punggung saya untuk mengantarkan ke kamar mandi.Di tengah kegiatan khidmat saya, terdengar sirine yang meraung-raung tanda bahwa kami harus berkumpul kembali di lapangan. Kukira kami memang akan tidur disana. Ternyata kami disuruh berjalan lagi menuju lapangan utama untuk tidur di pendopo. Anehnya, saya bisa tidur nyenyak walau menjelang subuh saya kedinginan sampai gigi saya bergemeletuk. Mungkin kawan yang lain merasakannya juga. 


-------------------Hari kedua
Tidak jauh berbeda dari hari pertama, namun kali ini kami bangun pukul 4 pagi untuk melakukan senam bersama. Diawali dengan komando "Sikap Pokok! Mulai!" dari Pelatih kami mulai lompat-lompat ditempat, senam kaku-kaku, push up, dan sit up. Kegiatan setelah itu persiapan sholat dan bersih diri seadanya. Setelahnya kami melaksanakan apel pagi dan makan pagi.
Setelah makan pagi, tidak jauh berbeda dengan hari pertama. Guling tetap ada, merayap pun sama. Para siswa pingsan memadati pendopo. Para penyembah pohon semakin banyak juga. Kami dikumpulkan lagi untuk longmarch menuju lokasi penyiksaan kedua. Lagu yang kami nyanyikan itu-itu saja. Halo-Halo Bandung, Hari Kemerdekaan, Maju Tak Gentar, itu terus diulang-ulang sampai bosan wkwkw. Sesampainya di gorong-gorong, hidung saya sudah mulai beradaptasi, saya sudah tidak perlu menahan nafas seperti kemarin. Yang menyenangkan di hari kedua adalah, selepas kembali dari danau Cibubur, kami digiring ke bawah pohon rindang dan disuruh untuk tidur siang selama 15 menit. Malamnya, kami menuju lapangan sebelah seperti kemarin dan kembali ke lapangan utama untuk tidur di pendopo dengan segala bau-bauan yang ada.Tetapi entahlah, selama DTU, bau busuk maupun bau teman-teman yang lain sungguh tidak bisa dicium, mungkin karena sudah sama-sama bau kali ya wkwkwk.

-------------------Hari ketiga
Tidak ada guling massal!Tidak ada gorong-gorong! Hari terasa baik-baik saja sampai saat box makan siang dibagikan, saya dan beberapa teman yang lain tidak kebagian sendok. Akhirnya, untuk memupuk jiwa kebersamaan, siswa yang memiliki sendok diharuskan menyimpan sendok ke baju yang dipakai. Instruksi dimulai saat kami semua diharuskan membuka plastik sayur dan menuangkan isinya ke atas nasi, memecahkan telur lewat kepala teman sendiri, dan yang paling parah disuruh ngupil plus lap keringat sendiri (tetntu saya tidak serius melakukan ini, tapi ada beberapa teman yang dengan polosnya melakukan semua yang diperintahkan). Lalu kami disuruh makan dengan waktu yang ditentukan. Belum ditelan, sirine pertama sudah dibunyikan, kami disuruh berlari menuju bendera yang terletak di pojok lapangan lalu tiarap dan tidak boleh menghadap ke depan. Sirine kedua berbunyi, kami lari lagi menuju box nasi masing-masing untuk menlanjutkan makan. Baru dua suap, sirine ketiga berbunyi, kami lari dan tiarap lagi. Lamaa sekali. Hingga sirine keempat berbunyi, kami lari dan terkejut karena box nasi kami sudah tidak ada, tapi berganti menjadi hamparan makanan sekelas yang dijadikan satu diatas plastik! Makan tradisi! Semua makanan dijadikan satu, itu pertama kalinya saya makan nasi plus pepaya plus ayam. Triple kill. Kelas saya saling menyemangati untuk tidak muntah (kalau ada yang muntah 1 bisa muntah semua). Kuah dari makanan juga harus habis! Gelas plastik aqua pun kami gunakan untuk mengambil kuah yang tersisa dan meminumnya. Rasanya? Saya tidak tahu. Tapi melihat ekspresi teman saya, saya pingin ikutan muntah. wkwk.

Di hari ketiga ini kami diperbolehkan mandi dan ganti baju, katanya sih pelatih sudah tidak tahan dengan bau kami semua hehe. Kami juga mulai tidur di tenda. Maka, berakhirlah masa dari minggu penyegaran kami. Meski begitu, cobaan DTU masih belum berakhir untuk kami siswa yang katanya 'ndelahom'....


Hari-hari berikutnya diisi dengan kegiatan fisik di sekitar jam 8 pagi, jam 11 siang, dan jam 8 malam. Diselingi dengan pemberian materi dari pelatih di pendopo atau di lapangan. Tengah malam, kami harus bersiap dengan alarm stelling yang bisa muncul kapan saja. Pengalaman stelling pertama saya dimulai ketika saya dapat giliran jaga (tiap tenda dijaga secara bergantian oleh 2 orang untuk patroli dan lapor ke pelatih bila terjadi sesuatu), saya lihat pelatih berjalan ke lapangan sambil bawa speaker. Tidak ada pikiran apa-apa sampai saya mendengar suara alarm NGUINGNGUING berulang kali. Tanpa ba bi bu saya lari menuju lapangan di posisi saya, padahal atribut saya tidak lengkap. Tanpa tumblr, tanpa kaos kaki.

Capek,lelah,bosan kami rasakan. Penderitaan seakan tiada akhir. Bahkan kami sudah kehilangan nafsu makan. Bayangkan saja, saat kami berperang untuk kunyah, telan, dan dorong pake air, mobil "siksaan" catering Buperta dengan santai dan tanpa dosa lewat untuk mengantarkan snack pagi kami. Saat tiba waktu makan snack pagi, belum juga itu makanan kami telan, mobil Buperta sudah hadir untuk mengantarkan makan siang kami. Sungguh, di DTU, makan menjadi beban bagi lambung dan psikis kami.

Sampai tibalah hari Jumat, kegiatan kami di hari itu adalah tanggap darurat bencana. Kami diharuskan berperan sebagai korban bencana alam. Yang konyol adalah kami disuruh bersandiwara menjadi masyarakat yang terkena korban gempa bumi. Kami memerankan korban bencana semaksimal mungkin. Ada yang kesusahan karena melahirkan di tengah pengungsian, ada yang jalan terpincang-pincang, bahkan ada yang sekarat seperti mau mati! Sungguh totalitas siswa perben luar biasa. Setelah menjalani sandiwara yang melelahkan( karena kami banyak tertawa) didirikan Dapur Umum, beberapa perwakilan siswa menjadi tukang masak bagi kami. Akhirnya, makan siang kami di hari itu tidak berasal dari mobil catering Buperta, melainkan dari hasil masakan kawan kami di dapur umum, bisa dibilang masakan mereka cukup enak dan tidak menyiksa lambung/psikis kami.

Di hari Sabtu, kami melakukan Survival/bertahan hidup. Jadi, di survival kami diajarkan cara bertahan hidup di alam bebas, menghindari musuh, hewan liar, sampai kelaparan. Sebelumnya kami sudah diajarkan macam-macam daun yang bisa/tidak kita makan saat di hutan, bahkan beberapa dari kami berkesempatan menjadi herbivora saat itu juga.
Kami diajarkan cara membuat bivak/tempat berlindung darurat, kami juga diajarkan navigasi darat dan membaca peta (yg sampai saat ini saya masih buta arah dan buta peta karena susah sekali wkwk).
.
.
.
.
Survival
Kelas A mendapat kesempatan untuk berangkat pertama. Untunglah ada yang paham arah dan bisa baca peta. Meski begitu, kami tersesat dan menempuh jarak yang lebih jauh dari yang seharusnya. Tapi tak apa, kami tetap ceria.

Sesampainya di tempat survival, kami mendirikan bivak dibantu oleh danklas (semacam pelatih yg jadi wali kelas) kami, Pelatih Bambang yang baik hatišŸ§”. Ternyata mendirikan tenda itu susah cuy. Apalagi bahan tenda  kami berupa jas hujan, tali rafia, dan ranting pohon. Setelah bivak jadi, kami membuat dapur dari kayu kering, berpinggirkan batako, bersumberkan api dan daun kering. Saat itu kami masih dapat jatah snack siang, yang ternyata adalah makanan paling enak terakhir kami selama survival wkwk.

Saat survival kami makan singkong, ketela, kentang yang direbus/dibakar. Bahkan saking laparnya, kami nyemil garam! Kami juga memasak jamur yang tumbuh di pepohonan. Tentu sebelumnya kami sudah tanya jamur itu beracun/tidak pada pelatih. Yang kocak di survival ini adalah perjuangan kami untuk makan ayam. Baru kali itu saya lihat proses mulai dari penangkapan, penyembelihan, sampai pembersihan. Karena saya terbiasa tinggal masak dan makan ayam, pengalaman per-ayam-an DTU sungguh luar biasa. Saya dapat ilmu baru ternyata penyembelihan ayam bisa lebih heboh dari penyembelihan hewan kurban. Ngeri sekali. Lalu proses pembersihan ayam ternyata diperlukan skill pisau dan kekuatan dalam mengoyak daging. Saya jadi tahu kalau empedu ijo-ijo tidak boleh pecah saat memotong ayam karena bisa menyebabkan dagingnya pahit. Keren sekali 2 kawan saya yang mengoperasi ayam.Kalian hebat!

Saya masih ingat ketika akan masak ayam, kami dapat info dari kelas lain kalau siswa boleh minta bumbu ke pelatihuntuk masak ayam. Karena kami benar-benar hanya diberi garam sebagai bumbu. Dengan penuh perdebatan tentang siapa yang mau berangkat, akhirnya saya dan rekan sambat saya anindihe pergi ke tenda pelatih untuk minta bumbu.
S : Selamat pagi, Pelatih. Siswi Fani dan siswi Nindi izin menghadap
P : Ada apa siwi
S : Izin minta bumbu untuk masak ayam
P : Kamu mau bumbu apa?
S : Kecap atau mas*ko
P : (pelatih tersenyum sambil memberikan obat batuk kepada kami)
S : siap, itu bukan bumbu, itu obat batuk pelatih (sambil nahan ketawa)
P : LHA KAMU KIRA PELATIHMU JUALAN BUMBU DI PASAR!?
S  : SIAP TIDAK PELATIH!

Info yang kami dapat ternyata HOAX. Akhirnya kami kembali dengan tangan hampa wkwk.

Meski penuh dengan keterbatasan, kami menjalani survival dengan saaangat gembira. Survival seakan menjadi pesiar bagi kami siswa DTU. Tidak ada pelatih marah-marah. Tidak ada kegiatan fisik. Yang kami lakukan hanya makan,tidur,makan,tidur. Selama survival kami hanya fokus pada apa yang akan dimakan. Kami jadi sedikit liar dan sensitif jika ada sangkut pautnya dengan makanan. Setelah berkutat dengan bivak, api unggun, dan rebutan makanan selama 2 hari 1 malam, kami kembali lagi ke pelatihan yang sesungguhnya.
.
.
Sepulang Survival kami lebih difokuskan menerima materi dari pelatih/penyelenggara, tentu kegiatan fisik masih tetap ada. Di minggu kedua kami banyak menghafal lagu/yel2 dari pelatih Jais yang sudah seperti composer krn cepat sekali mengarang/merubah/menambah lirik lagu. Ada yel2 DJPB, Lagu sambutan "Bu Wiwing", Lagu "Kami Datang" dengan tepukan tangan super cepat, Lagu "Tugas Mulia" dengan dirigen senat super semangat, dan tentu saja lagu fenomenal "Doa Apel Malam" yang membuat saya dikenal gara-gara insiden contoh suara (YA!) wkwk.

Setiap malam kami latihan bernyanyi sampai suara habis, tapi kami senang. Bahkan saat kegiatan fisik pun kami ada nyanyiannya! Saat push up, kami diiringi lagu naik turun naik. Saat kegiatan fisik renungan, kami disuruh jalan bersimpuh dengan tumpuan lutut sambil berangkulan dan menyanyikan lagu syukur (menyebabkan lutut saya tergores karena saya jalan simpuh terlalu bersemangat wkwk)

Bisa dibilang saat di minggu kedua kami sudah ikhlas(?) menjalani pelatihan. Karena kami malah kegirangan(?) kalau diberi pelatihan fisik. Paling semangat kalau disuruh melakukan gerakan lompat-lompat/pompa bumi sambil teriak "AYO SEMANGAT 1".Apalagi saat teknik berkumpul. Setelah siswa jaga meneriakkan "Persiapaaan. Tiga berbanjar,kumpuuuul". Serentak kami semua lari ke lapangan sambil teriak "SISWA!!" layaknya orang gila wkwk. Saya sendiri heran sedahsyat inikah DTU merubah kewarasan para sheswa?

Hari terasa cepat, tahu-tahu sudah hari Kamis. Kegiatan kami mempersiapkan acara Malam Renungan Api Unggun. Kami diatur untuk membuat barisan mengelilingi api unggun. Malam itu juga merupakan hari yang istimewa bagi para siswa bucin. Karena Handphone telah dibagikan. Saya berasa seperti manusia purba karena merasa aneh memegang Handphone setelah hampir 2 minggu tak bersua.
Lanjut ke malam renungan. Mungkin karena suasana sunyi dan hanya bersumber cahaya api unggun, Upacara berlangsung khidmat (atau ngantuk?). Ada prosesi penciuman bendera merah putih sambil mengucap sumpah. Setelah upacara berakhir, diadakan inagurasi per kelas. Kelas A saya menampilkan lagu trekjing ciptaan ketua kelas dan lagu aransemen kawan mantan paskibra. Bisa dibilang perform kami gagal,hehehe. Tapi tak apa kami tetap ceria.
.
.
.
.
.
.
Penutup
Dengan Kuasa Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Kami bisa sampai di hari terakhir DTU. Di hari itu, kami menampilkan hasil latihan kami selama beberapa hari terakhir. Ada 3 penampilan. PBB Kolosal, PBB Indah, dan Karate. Saya tergabung dalam kelompok PBB Kolosal yang dilatih oleh Pelatih Bambang, Pelatih Jais, dan Pelatih Jeco(gimana sih tulisannya?). Gerakan PBB patah-patah dan yel-yel penuh teriakan HU HA kami lakukan. Karena kami juga dilatih oleh composer handal. Hasilnya? Hmm bisa dibilang lumayan lah.

Penampilan kedua adalah PBB Indah oleh para siswi yang dibimbing dengan arahan Pelatih Jais (saya nggak tahu ini latihannya gimana, karena saya gakbisa membayangkan pelatih Jais menari dengan lemah gemulai). Intinya disini menampilkan PBB dilanjutkan dengan gerak tari dan nyanyian. Pokoknya bagus lah.

Penampilan terakhir adalah karate yang dilatih langsung oleh Pelatih Sarifuddin yang punya kebiasan menambahkan kata "JELAS!?" di setiap akhir kalimat saat memberikan amanat/pengarahan. Dari banyak gerakan yang didemonstrasikan, yang saya tahu cuma "Kibarachi di tempat, EIT!, OSH!.

Setelah penampilan selesai, kami dikumpulkan di bawah pohon rindang untuk istirahat sejenak dan bersiap untuk upacara penutupan. Setelah terdengar bunyi "NGUINGNGUING" kami lari berhamburan menuju lapangan sambil teriak "PERBEN!" dan membentuk barisan untuk upacara.

Saat dimulai, upacara penutupan berjalan sangat khidmat. Bahkan saya sampai menangis saat menyanyikan lagu Bagimu Negeri. Lega saat kami dinyatakan selesai menjalani pelatihan dan lepas dari predikat "siswa". Setelah upacara selesai, ada foto bersama sekelas dengan didampingi Bu Wiwing, Kepala Pusdiklat, Kepala BPPK, serta Pelatih. Di hari itu kami seangkatan menyanyikan lagu "Tugas Mulia" dengan penuh gembira. Saya dan kawan-kawan kelas A bagi-bagi coklat milik kawan saya yang berprestasi sambil menyanyi bersama sambil membentuk lingkaran. Di hari itu, canda tawa menghiasi wajah kami. Kalaupun ada air mata, itu karena kami bahagia :)
.
.
.
Dari DTU ada banyak pengalaman dan pelajaran yang saya dapat :
1. Terapkan disiplin. Terutama disiplin waktu. Ada hadist "Waktu bagaikan pedang". Jika dimanfaatkan dengan baik maka dapat melindungi kita. Namun bila kita salah menggunakannya, maka kita akan tertebas.

2. Karena perasaan senasib (dan paksaan pelatih untuk kenal satu angkatan,wkwk) saya mendapat teman baru. Saya belajar bagaimana bersikap dan bersosialisasi saat bertemu dengan orang-orang baru.

3. Jangan berfikiran tidak bisa melakukan sesuatu sebelum mencobanya. Apapun hasilnya, yang penting kita sudah mencoba.

Terima kasih Ya Allah, telah memberikan saya nikmat sehat sehingga saya bisa menjalani DTU hingga hari terakhir dalam kondisi sehat wal afiat. Terima kasih Kemenkeu/DJPb/BPPK/Pusdiklat AP, mewajibkan saya ikut diklat ini sehingga banyak ilmu baru yang saya dapatkan, Terima kasih Penyelenggara, yang sudah menyiapkan segala kebutuhan kami selama diklat, Terima kasih Pelatih, yang selalu membimbing kami secara maksimal , semoga ilmu yang kalian berikan dapat bermanfaat bagi kami. Terakhir, terima kasih kawan-kawanku siswa DTU Perben angkatan I yang sudah berjuang bersama sampai akhir, Kalian Luar Biasa!!!

-------DTU : INDAH UNTUK DIKENANG, TIDAK UNTUK DIULANG------


ps : post ini dibuat masih dengan keadaan saya trauma dengan bunyi sirine :p
(untuk foto selama kegiatan, Insya Allah akan saya tambahkan setelah dapat dari Penyelenggara)







Komentar

Posting Komentar